Tingkat kesehatan bank dapat dilihat dari kualitas
aspek-aspek bank berdasarkan Aturan Kesehatan Perbankan.
Berdasarkan Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang
perubahan atas UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, pembinaan dan pengawasan
bank dilakukan oleh Bank Indonesia. UU tersebut lebih lanjut menetapkan bahwa :
- Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai ndengan ketentuan kecukupan modal, kualitas asset, kualitas manajemen, likuiditas, solvabilitas & aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
- Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.
- Bank wajib menyampaikan kepada BI segala keterangan dan penjelasan mengenai usahanya menurut tata cara yang ditetapkan oleh BI.
- Bank atas permintaan BI, wajib memberikan kesempatan bagi pemeriksaanbuku-buku dan berkas-berkas yang ada padanya serta wajib memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala keterangan, dokumen dan penjelasan yang dilaporkan oleh bank yang bersangkutan.
- Bank Indonesia melakukan pemeriksaaan terhadap bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan, BI dapat menugaskan akuntan publikuntuk dan atas nama bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan terhadap bank.
- Bank wajib menyampaikan kkca, perhitungan laba rugi tahunan dan penjelasannya, serta laporan berkala lainnya dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh BI. Neraca dan perhitungan laba rugi dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan BI.
Penilaian tingkat kesehatan Bank mencakup penilaian
terhadap faktor-faktor CAMELS yang terdiri dari:
1. Permodalan
(Capital)
Kekurangan modal merupakan gejala umum yang dialami bank-bank di negara-negara berkembang. Kekurangan modal tersebut dapat bersumber dari dua hal, yang pertama adalah karena modal yang jumlahnya kecil, yang kedua adalah kualitas modalnya yang buruk. Dengan demikian, pengawas bank harus yakin bahwa bank harus mempunyai modal yang cukup, baik jumlah maupun kualitasnya. Selain itu, para pemegang saham maupun pengurus bank harus benar-benar bertanggung jawab atas modal yang sudah ditanamkan.
Kekurangan modal merupakan gejala umum yang dialami bank-bank di negara-negara berkembang. Kekurangan modal tersebut dapat bersumber dari dua hal, yang pertama adalah karena modal yang jumlahnya kecil, yang kedua adalah kualitas modalnya yang buruk. Dengan demikian, pengawas bank harus yakin bahwa bank harus mempunyai modal yang cukup, baik jumlah maupun kualitasnya. Selain itu, para pemegang saham maupun pengurus bank harus benar-benar bertanggung jawab atas modal yang sudah ditanamkan.
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif
faktor permodalan antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap
komponen-komponen sebagai berikut:
- Kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku
- Komposisi permodalan
- Trend ke depan/proyeksi KPMM
- Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan modal Bank
- Kemampuan Bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan (laba ditahan)
- Rencana permodalan Bank untuk mendukung pertumbuhan usaha
- Akses kepada sumber permodalan dan kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan Bank.
2. Kualitas Aset (Asset Quality)
Dalam kondisi normal sebagian besar aktiva suatu bank terdiri dari kredit dan aktiva lain yang dapat menghasilkan atau menjadi sumber pendapatan bagi bank, sehingga jenis aktiva tersebut sering disebut sebagai aktiva produktif. Dengan kata lain, aktiva produktif adalah penanaman dana Bank baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, surat berharga, penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontijensi pada transaksi rekening administratif. Di dalam menganalisis suatu bank pada umumnya perhatian difokuskan pada kecukupan modal bank karena masalah solvensi memang penting. Namun demikian, menganalisis kualitas aktiva produktif secara cermat tidaklah kalah pentingnya. Kualitas aktiva produktif bank yang sangat jelek secara implisit akan menghapus modal bank. Walaupun secara riil bank memiliki modal yang cukup besar, apabila kualitas aktiva produktifnya sangat buruk dapat saja kondisi modalnya menjadi buruk pula. Hal ini antara lain terkait dengan berbagai permasalahan seperti pembentukan cadangan, penilaian asset, pemberian pinjaman kepada pihak terkait, dan sebagainya.
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif
faktor kualitas asset antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap
komponen-komponen sebagai berikut:
- Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva produktif;
- Debitur inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit;
- Perkembangan aktiva produktif bermasalah/non performing asset dibandingkan dengan aktiva produktif;
- Tingkat kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP);
- Kecukupan kebijakan dan prosedur aktiva produktif;
- Sistem kaji ulang (review) internal terhadap aktiva produktif;
- Dokumentasi aktiva produktif dan kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah.
3. Penilaian Manajemen (Management)
Manajemen atau pengelolaan suatu bank akan menentukan sehat tidaknya suatu bank. Mengingat hal tersebut, maka pengelolaan suatu manajemen sebuah bank mendapatkan perhatian yang besar dalam penilaian tingkat kesehatan suatu bank diharapkan dapat menciptakan dan memelihara kesehatannya.
Penilaian faktor manajemen dalam penilaian
tingkat kesehatan bank umum dilakukan dengan melakukan evaluasi terhadap
pengelolaan terhadap bank yang bersangkutan. Penilaian tersebut dilakukan
dengan mempergunakan sekitar seratus kuesioner yang dikelompokkan dalam dua
kelompok besar yaitu kelompok manajemen umum dan kuesioner manajemen risiko.
Kuesioner kelompok manajemen umum selanjutnya dibagi ke dalam sub kelompok
pertanyaan yang berkaitan dengan strategi, struktur, sistem, sumber daya manusia,
kepemimpinan, budaya kerja. Sementara itu, untuk kuesioner manajemen risiko
dibagi dalam sub kelompok yang berkaitan dengan risiko likuiditas, risiko
pasar, risiko kredit, risiko operasional, risiko hukum dan risiko pemilik dan
pengurus.
Penilaian terhadap faktor manajemen antara lain
dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
- manajemen umum;
- penerapan sistem manajemen risiko; dan
- kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku serta komitmen kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya.
4.
Rentabilitas (Earnings)
Salah satu parameter untuk mengukur tingkat kesehatan suatu bank adalah kemampuan bank untuk memperoleh keuntungan. Perlu diketahui bahwa apabila bank selalu mengalami kerugian dalam kegiatan operasinya maka tentu saja lama kelamaan kerugian tersebut akan memakan modalnya. Bank yang dalam kondisi demikian tentu saja tidak dapat dikatakan sehat.
Salah satu parameter untuk mengukur tingkat kesehatan suatu bank adalah kemampuan bank untuk memperoleh keuntungan. Perlu diketahui bahwa apabila bank selalu mengalami kerugian dalam kegiatan operasinya maka tentu saja lama kelamaan kerugian tersebut akan memakan modalnya. Bank yang dalam kondisi demikian tentu saja tidak dapat dikatakan sehat.
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif
faktor rentabilitas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap
komponen-komponen sebagai berikut :
- Return on Assets (ROA);
- Return on Equity (ROE);
- Net Interest Margin (NIM);
- Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional (BOPO);
- Perkembangan laba operasional;
- Komposisi portofolio aktiva produktif dan diversifikasi pendapatan;
- Penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya dan Prospek laba operasional.
5.
Likuiditas (Liquidity)
Penilaian terhadap faktor likuiditas dilakukan dengan menilai dua buah rasio, yaitu rasio Kewajiban Bersih Antar Bank terhadap Modal Inti dan rasio Kredit terhadap Dana yang Diterima oleh Bank. Yang dimaksud Kewajiban Bersih Antar Bank adalah selisih antara kewajiban bank dengan tagihan kepada bank lain. Sementara itu yang termasuk Dana yang Diterima adalah Kredit Likuiditas Bank Indonesia, Giro, Deposito, dan Tabungan Masyarakat, Pinjaman bukan dari bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan (tidak termasuk pinjaman subordinasi), Deposito dan Pinjaman dari bank lain yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan, dan surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan.
Penilaian terhadap faktor likuiditas dilakukan dengan menilai dua buah rasio, yaitu rasio Kewajiban Bersih Antar Bank terhadap Modal Inti dan rasio Kredit terhadap Dana yang Diterima oleh Bank. Yang dimaksud Kewajiban Bersih Antar Bank adalah selisih antara kewajiban bank dengan tagihan kepada bank lain. Sementara itu yang termasuk Dana yang Diterima adalah Kredit Likuiditas Bank Indonesia, Giro, Deposito, dan Tabungan Masyarakat, Pinjaman bukan dari bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan (tidak termasuk pinjaman subordinasi), Deposito dan Pinjaman dari bank lain yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan, dan surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan.
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif
faktor likuiditas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap
komponen-komponen sebagai berikut:
- Aktiva likuid kurang dari 1 bulan dibandingkan dengan pasiva likuid kurang dari 1 bulan;
- 1-month maturity mismatch ratio;
- Loan to Deposit Ratio (LDR);
- Proyeksi cash flow 3 bulan mendatang;
- Ketergantungan pada dana antar bank dan deposan inti;
- Kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and liabilities management/ALMA);
- Kemampuan Bank untuk memperoleh akses kepada pasar uang, pasar modal, atau sumber-sumber pendanaan lainnya dan stabilitas dana pihak ketiga (DPK).
6. Sensitivitas terhadap risiko pasar (Sensitivity to Market Risk)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor sensitivitas terhadap risiko pasar antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
- Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi suku bunga dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga;
- . Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi nilai tukar dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) nilai tukar; dan
- Kecukupan penerapan sistem manajemen risiko pasar.
Kesehatan atau kondisi keuangan dan non keuangan
Bank merupakan kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik, pengelola
(manajemen) Bank, masyarakat pengguna jasa Bank, Bank Indonesia selaku otoritas
pengawasan Bank, dan pihak lainnya. Kondisi Bank tersebut dapat digunakan oleh
pihak-pihak tersebut untuk mengevaluasi kinerja Bank dalam menerapkan prinsip
kehati-hatian, kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku dan manajemen risiko.
Perkembangan industri perbankan, terutama produk dan jasa yang semakin kompleks
dan beragam akan meningkatkan eksposur risiko yang dihadapi Bank. Perubahan
eksposur risiko Bank dan penerapan manajemen risiko akan mempengaruhi profil
risiko Bank yang selanjutnya berakibat pada kondisi Bank secara keseluruhan.
Perkembangan metodologi penilaian kondisi Bank senantiasa bersifat dinamis
sehingga sistem penilaian tingkat kesehatan Bank harus diatur kembali agar
lebih mencerminkan kondisi Bank saat ini dan di waktu yang akan datang.
Pengaturan kembali tersebut antara lain meliputi penyempurnaan pendekatan
penilaian (kualitatif dan kuantitatif) dan penambahan faktor penilaian.
Bagi perbankan, hasil akhir penilaian kondisi Bank
tersebut dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam menetapkan strategi
usaha di waktu yang akan datang sedangkan bagi Bank Indonesia, antara lain
digunakan sebagai sarana penetapan dan implementasi strategi pengawasan Bank.
Agar pada waktu yang ditetapkan Bank dapat menerapkan sistem penilaian tingkat
kesehatan Bank sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini, maka
perbankan perlu melakukan langkah-langkah persiapan dalam menerapkan sistem
tersebut.